Beranda | Artikel
JALAN MENUJU PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Senin, 1 Februari 2021

Disusun Oleh Abu Ihsan Al-Atsari

Akhir-akhir ini banyak bermunculan tuntutan menegakkan syariat Islam. Tuntutan yang sangat wajar dan memang sudah semestinya. Namun siapakah yang dituntut menegakkan syariat tersebut? Bukankah kita semua kaum muslimin? Termasuk orang yang berteriak-teriak menuntut penerapan syariat? Bukankah melasanakan syariat hukumnya fardhu ain atas setiap muslim sesuai dengan kondisi dan kedudukan masing-masing? Yaitu penegakan syariat secara utuh. Ironinya orang-orang yang berteriak menuntut pemberlakuan syariat tersebut justru pada saat yang bersamaan melanggar syariat itu sendiri! Lalu apakah sebenarnya yang mereka tuntut?

Pada edisi kali ini akan kami ketengahkan sekelumit tentang bagaimanakah jalan menuju penerapan syariat tersebut. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Wajib Hukumnya Menegakkan Syariat

Menegakkan syariat Islam merupakan kewajiban di pundak kaum muslimin. Dienul Islam sebagai tatanan hidup yang komplit telah menawarkan solusi bagi segala problematika kehidupan bani Adam yang multi kompleks. Tidak satupun sendi kehidupan umat manusia yang luput dari jangkauan syariat ini. Mulai dari masalah yang kecil, seperti etika bersuci, hingga masalah besar, seperti pembentukan dan pengaturan sebuah daulah. Yang mana maslahatnya tidak hanya dirasakan oleh kaum muslimin saja, namun juga dapat dirasakan oleh semua umat manusia. Maka dari itu, Allah Ta’alla memerintahkan agar kaum muslimin benar-benar menegakkan syariat ini dalam setiap sendi kehidupan mereka. Jika tidak maka mereka akan mendapat ancaman sebagaimana ancaman Allah terhadap Ahli Kitab :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَسْتُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ حَتَّىٰ تُقِيمُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ ۗ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم مَّا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا ۖ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu”. Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. (QS. Al-Maidah 68)

Dan dalam ayat lain Allah mengancam siapa saja yang lebih memilih hukum-hukum jahiliyah daripada hukum Allah, atau lebih memilih mengikuti hawa nafsu daripada mengikuti syariat Allah :

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ

إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka degan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS. Al-Maidah : 48)

Allah juga berfirman yang artinya:

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah 5:48)

Firman Allah yang artinya:

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah 5:49)

Ayat di atas secara tegas menyatakan wajibnya menegakkan syariat Islam. Dalam ayat lain Allah berfirman (yang artinya):

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. Asy-Syura 42:13)

Penegakan Syariat Islam Merupakan Salah Satu Ibadah Yang Sangat Agung Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, dibutuhkan dua syarat mutlak agar dapat diterima di sisi Allah. Kedua syarat itu ialah:

  1. Ikhlas
  2. Sesuai dengan Sunnah Rasulullah.

Ibadah apapun yang kita lakukan tanpa kedua syarat tersebut pasti sia-sia belaka. Berkenaan dengan syarat ikhlas, Allah berfirman dalam Kitab-Nya (yang artinya):

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

(QS. Yusuf : 40)

Dan berkaitan dengan syarat kedua, Allah telah menyebutkan dalam firman-Nya: Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan syariat dan manhajnya Yaitu diberikan syariat serta sunnah nabi yang menjelaskan tatacara penerapannya. Demikian dituturkan oleh Ibnu Abbas dalam salah satu tafsirnya tentang ayat ini, beliau mengatakan bahwa itu adalah sementara minhaj adalah as-sunnah. Artinya syariat itu harus ditegakkan sesuai dengan sunnah nabi, tidak boleh ditegakkan dengan hawa nafsu dan akal logika. kuensinya, penegakan syariat itu harus didasari ilmu syar’i yang memadai. Mustahil syariat dapat ditegakkan dengan kejahilan. Oleh karena itu, kepemimpinan agama dan dunia ditentukan oleh kadar ilmu sar’i yang dimiliki, sebab ilmu merupakan asas bagi kepeimpinan agama dan dunia. Simaklah penuturan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berikut ini: “Maka dari itu, Allah berfirman dalam kitab-Nya, (yang artinya):

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengtahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. (QS. Al-Hadid :25)

Allah mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan Al-Kitab dan Al-Mizan agar manusia dapat melaksanakan keadilan serta menciptakan besi, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat. Jelaslah bahwa penegakan agama ini adalah dengan Al-Kitab yang berisi petunjuk dan pedang yang memberi kemenangan. Allah berfirman (yang artinya):

Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. (QS.Al-Furqaan 31)

Al-Kitab adalah asas, oleh sebab itu pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya adalah Al-Kitab. Beliau menetap di Makkah dan tidak diperintahkan berperang hingga berhijrah dan mendapat penyokong untuk melaksanakan jihad. (Silakan baca Majmu Fatawa XXVIII/234) Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ar-Ramadhaani mengulas: Jadi, siapa saja yang beranggapan bahwa Daulah Islam dapat berdiri hanya dengan bermodalkan semangat islami, atau dengan pemikiran yang kososng dari hujjah-hujjah syar’iyang mereka namakan pemikiran islam atau dengan sekelumit ilmu syar’i yang mereka sebut tsaqafah islamiyah (wawasan islam), serta beranggapan bahwasanya menuntut ilmu syar’i adalah jenjang setelah penegakan Daulah Islam, maka sesungguhnya mereka itu hanyalah menegakkan benang basah, sebab mereka telah menggambarkan sebuah daulah yang tidak ada kekuatan dan faktor pendukung sama sekali. (Silakan baca kitab Madarikun Nazhar hal 25)

Simaklah penuturan Syaikh Al-Albani kepada salah seorang tokoh Hizbut Tahrir berikut ini: “Kamu sekalian wahai jama’ah ingin menegakkan Daulah Islam, sementara kalian tidak mempelajari ilmu syar’i dari dasar dan kaidahnya dan kalian memakai beberapa hadits-hadits dha’if dalam buku-buku kalian.” (Lihat kitab Madarikun Nazhar hal 172).

Penegakan Syariat Harus Dilakukan Secara Utuh Perlu diketahui, penegakan syariat tersebut harus dilakukan secara total. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah 208)

Memilah milih syariat merupakan perbuatan orang Yahudi, mereka mengimani sebagian Al-Kitab dan mengingkari sebagiannya. Berkenaan dengan hal itu Allah berfirman (yang artinya):

Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? (QS Al-Baqarah:85)

Mulai dari penegakan aqidah yang benar dan bersih dari noda-noda syirik, kemudian ibadah yang sesuai dengan tuntunan sunnah nabi dan jauh dari bid’ah-bid’ah hingga masalah mu’amalah dan hudud (hukum pidana). Perlu diperhatikan juga skala prioritasnya, yaitu penegakan syariat itu harus dimulai dari penanaman benih aqidah yang benar dan pemberantasan aqidah-aqidah yang menyimpang. Karena aqidah merupakan asas syariat. Tanpa aqidah yang benar, segala sesuatu akan percuma belaka. Apalah artinya pelaksanaan ibadah dan mua quote malah jika pelakunya masih tenggelam dalam perbuatan syirik, dosa yang tidak diampuni Allah? Apalah artinya penegakan hudud/hukum jika yang menegakkan hudud tersebut masih memohon kepada selain Allah atau menyembah kubur?

Jadi, harus dimulai dari penanaman aqidah yang benar di tengah masyarakat. Apalagi pada hari ini, masih banyak kaum muslimin yang terjerumus dalam praktek-praktek syirik! Bagi yang pernah menelaah sirah Rasulullah saw tentunya mengetahui bahwa Rasulullah menetap di Makkah selama tiga belas tahun menyeru kaumnya kepada aqidah tauhid dan memerangi keyakinan syirik.

Kemudian pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan Sunnah Nabi, mulai dari penegakan shalat, zakat, shiyam, haji dan ibadah-ibadah badaniyah lainnya. Kemudian pelaksanaan mu’amalah yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi yang diharamkan. Hal tersebut tertuang dalam sebuah hadits nabi dari Ibnu Abbas ra, ketika Rasulullah saw mengutus Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman, beliau berpesan kepadanya agar pertama kali yang diserukan adalah kalimat syahadah Laa ilaaha illallaahu Muhammadar Rasulullah, jika mereka mentaati seruan tersebut, hendaklah memerintahkan mereka menegakkan shalat lima waktu sehari semalam, kemudian jika mereka mentaatinya, hendaklah memerintahkan mereka untuk mengeluarkan zakat. Dalam hadits lain Rasulullah saw menyatakan bahwa asas segala urusan adalah Al-Islam, yaitu aqidah tauhid, tiangnya adalah ibadah shalat, dan puncaknya adalah jihad fii sabilillah. Jadi makna penerapan syariat bukan hanya terfokus pada penerapan hudud dan hukum-hukum pidana saja, namun dalam artian yang lebih luas dan menyeluruh. Yaitu menerapkan syariat secara utuh mulai dari aqidah hingga hukum pidana.

Kekeliruan Yang Harus Diluruskan

Namun kaum hizbiyah dan harakiyah berusaha menyempitkan makna penerapan syariat ini. Mereka mengidentikkan penerapan syariat dengan pelaksanaan hudud dan hukum pidana saja. Lantas memfokuskan pembicaraan yang menyentuh penguasa. Dalam hal ini mereka mengikuti pemikiran Sayyid Quthb yang beranggapan bahwa hakikat uluhiyah itu ialah: qawamah sulthan hakimiyah! Sebagaimana yang diutarakannya dalam buku Fii Zhilalil Qur’an IV/1825. Sayyid dan orang-orang yang mengikutinya telah mencampuradukkan makna uluhiyah dengan makna rububiyah.Hal ini jelas kesalahan yang sangat fundamental, kesalahan yang akan melahirkan penyimpangan-penyimpangan yang lebih besar lagi. Akibatnya mereka mengabaikan perkara yang sangat esensial dalam syariat, yaitu aqidah. Dan dalam prakteknya mereka juga mengabaikan perkara ibadah dan akhlak serta adad-adab islami!

Lalu syariat seperti apakah yang akan mereka tegakkan? Apakah syariat dapat tegak tanpa aqidah dan ibadah yang benar? Padahal Allah telah menjanjikan kekuasaan di atas muka bumi dengan syarat mengesakan Allah dalam ibadah, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan melaksanakan sunnah Nabi. Simaklah firman Allah berikut :

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.

(QS. An-Nuur : 55)

Sudah barang tentu, kekeliruan tersebut berpangkal dari kejahilan dan kebodohan mereka terhadap hakikat syariat itu sendiri.

Dengan demikian jelaslah bahwa menegakkan syariat meliputi segala sesuatu yang diturunkan Allah kepada hamba dan Rasul-Nya.

Syaikh Al-Hashin berkata: Petunjuk yang benar yang dituntunkan Kitabullah dan Sunnah Rasul dalam masalah ini adalah: Penerapan hukum-hukum syariat meliputi segala sesuatu yang diwahyukan Allah kepada hamba dan Rasul-Nya untuk dijelaskan kepada umat manusia dan agar menetapkan hukum diantara mereka dengannya, pertama kali adalah dalam masalah aqidah, kemudian ibadah dan mu’amalah, tidak sebaliknya sebagaimana anggapan para pemikir islami.(Silakan lihat majalah Al-Ashalah edisi XXVII hal 17 tahun ke V)

Dari kesalahan persepsi di atas muncullah tindakan-tindakan kontra produktif yang justru merupakan tindakan melanggar syariat. Misalnya demontrasi, unjuk rasa dan sejenisnya yang meneriakkan tuntutan penegakan syariat Islam. Tidakkah mereka ketahui bahwa praktek-praktek demontrasi, unjuk rasa dan sejenisnya itu justru bertentangan dengan syariat Islam. Nabi tidak pernah menuntunkan cara-cara seperti itu dalam memprotes suatu pendapat atau dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar khususnya terhadap penguasa-. Ditambah lagi dalam praktek demontrasi itu para wanita keluar rumah dan bercampur baur dengan kaum lelaki. Sungguh sangat bertentangan dengan slogan yang mereka teriakkan. Lalu syariat apakah yang akan ditegakkan??

Menegakkan Syariat Allah Kewajiban Siapa

Berangkat dari kesalahan di atas tadi, sebagian orang ada yang beranggapan bahwa menerapkan syariat Allah hanya dibebankan kepada penguasa saja. Sehingga seluruh usaha dan perjuangan mereka terfokus pada satu titik permasalahan, yaitu bagaimana cara menjatuhkan seorang penguasa yang mereka nilai tidak melaksanakan hukum Allah. Maka muncullah gerakan-gerakan menegakkan syariat Islam dengan cara-cara bid’ah yang justru mendatangkan murka Allah, seperti melalui parlemen, kudeta, revolusi dan sejenisnya. Dapat kita lihat sebagian orang yang sibuk menuntut penguasa untuk berhukum dengan hukum Allah, namun jika kita lihat keadaan dirinya seniri, ternyata juga masih jauh dari syariat, bahkan masih jauh dari aqidah yang benar! Mengapa ia tidak memulai dari dirinya sendiri terlebih dahulu? Kemudian keluarga dan kerabatnya? Bukankah Allah swt telah berfirman:

 ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

(QS. Ar-Ra’d : 11)

Itulah konsep rabbani menuju penegakan syariat Islam. Yaitu memulai dari diri sendiri hingga dapat menjadi teladan bagi yang lain.

Berikut ini kami cantumkan dialog Syaikh Al-Albani dengan kelompok Hizbut Tahrir:

Syaikh Al-Albani berkata kepada mereka: “Anggaplah kalian berhasil menegakkan bendera Daulah Islamiyah barang sehari saja, misalnya melalui revolusi, akan tetapi masyarakat belum siap berhukum dengan hukum Allah. Lalu kalian menetapkan undang-undang nomor sekian misalnya dilarang menonton di bioskop, undang-undang nomor sekian wanita dilarang keluar rumah dengan menampakkan aurat dan lain-lain, barangkali sebagian istri-istri kalianlah yang melanggar undang-undang itu pertama kali! Mengapa? Karena masyarakat belum dibimbing kepada hal-hal tersebut.

Lalu siapakah yang berhak membimbing masyarakat?

Tentu saja para ulama. Apakah yang dimaksud setiap orang yang diklaim sebagai ulama? Kemudian beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah ulama yang memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah serta mengamalkannya. Silakan lihat kitab Madarikun Nazhar hal 172) Tasfiyah Dan Tarbiyah’85.

Jalan Menuju Penegakan Hukum Allah Telah kita ketahui bersama bahwa syariat Allah harus ditegakkan secara utuh yang dibebankan kepada segenap kaum muslimin sesuai dengan kedudukannya. Sementara realita yang kita hadapi sekarang ini, masyarakat masih sangat jauh dari ajaran islam. Keyakinan-keyakinan sesat, syirik dan bid’ah serta mu’amalah yang tidak kenal halal haram masih banyak bertebaran di tengah masyarakat kita sekarang ini.

 

Lalu darimanakah penegakan syariat dimulai?


Jelas dimulai dari pemurnian aqidah dari noda syirik, pembersihan ibadah dari bid’ah-bid’ah dan mu’amalah dari praktek-praktek haram. Itulah proses Yang intinya adalah permunian kembali ajaran Islam dari perkara-perkara yang disusupkan ke dalamnya. Diiringi dengan proses tarbiyah, yaitu membina masyarakat di atas ajaran Islam yang murni tersebut. Hingga masing-masing individu mengetahui kewajiban-kewajibannya dalam agama untuk selanjutnya mengamalkan ajaran tersebut sesuai dengan tuntunan sunnah Nabi. Proses seperti itu akan menuntun kaum muslimin menuju penegakan syariat Islam secara utuh. Adapaun cara-cara lain justru akan memperpanjang problematika umat. Pemurnian ajaran Islam dari keyakinan-keyakinan sesat dan amalan-amalan bid;ah sangatlah menentukan. Sebab pada hari ini berapa banyak perkara yang dianggap sebagai ajaran Islam, namun sebenarnya tidak.

Termasuk dalam proses tashfiyah ini adalah memurnikan hadits-hadits nabi dari yang dhaif atau maudhu Berapa banyak hadits-hadits nabi yang dipakai sebagai hujjah, ternyata hadits tersebut atau bahkan Bagi siapa saja yang benar-benar ingin menegakkan syariat Islam, maka tegakkanlah dulu pada diri sendiri. Lalu tuntutlah ilmu syar’i dengan benar sebagai modal beramal. Kemudian bimbinglah diri sendiri untuk tunduk dan patuh kepada ajaran hukum Allah dan Rasul-Nya. Dan serulah manusia kepada agama Allah, mulai dari keluarga, karib kerabat, handai taulan dan lingkungan sekitar. Tetaplah istiqamah di atas jalan tersebut hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya kepada kaum mukminin. Simaklah baik-baik firman Allah berikut ini :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

(QS. 7 : 47)

Sesungguhnya kesudahan yang baik hanyalah bagi orang yang bertakwa.

[Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun V/1422H/2001].


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/manhaj/jalan-menuju-penerapan-syariat-islam/